Beberapa minggu terakhir ini, mungkin kita sering
mendengarkan gaung redenominasi rupiah.
Banyak kalangan menilai ini adalah sebuah langkah yang maju dari
pemerintah dan tidak sedikit pula yang mengkritik habis-habisan rencana ini.
Sebenarnya, apa sih yang dimaksud dengan Redenominasi itu?
Redenominasi adalah penyederhanaan nilai mata uang menjadi lebih kecil tanpa
mengubah nilai tukarnya (Wikipedia.org). Orang awam mungkin juga masih
kebingungan dan sering menganggap ini sebagai pemotongan nilai mata uang alias
sanering.
Indonesia memang pernah melakukan Sanering atau dulu dikenal
dengan istilah "Gunting Syafruddin" karena memang yang menetapkan
kebijakan ini adalah Syafrudin Prawiranegara pada tahun 1950. Kebijakan ini bukanlah tanpa alasan mengingat
pasca kemerdekaan ekonomi Indonesia pada saat itu sangat bergejolak. Hiper Inflasi dan utang negara yang menumpuk
membuat nilai uang rupiah membumbung tinggi. Menurut kebijakan itu, "uang
merah" (uang NICA) dan uang De Javasche Bank dari pecahan Rp 5 ke atas
digunting menjadi dua (Wikipedia.org).
Namun hasilnya sangat efektif, terbukti waktu itu Rupiah semakin perkasa,
harga kebutuhan pokok tidak naik, dan pemasukan kas negara berlipat-lipat.
Lalu apa bedanya dengan redenominasi? Sederhananya,
redenominasi hanya mengurangi angka "nol-nya" saja, dibuat menjadi
sederhana, tanpa mengurangi nilai.
Nantinya,Rp 100.000 nilainya sama dengan Rp. 100. Alasan kuat pemerintah adalah untuk membuat
mata uang Rupiah "naik kasta" dan menjadi salah satu mata uang
terbaik di dunia. Seperti kita
tahu, mata uang rupiah saat ini masuk ke
kasta "Junk" atau "Mata Uang sampah". Selain itu, Redenominasi juga berakibat pada
penyederhanaan Laporan Keuangan, mengingat saya sendiri yang mahasiswa
akuntansi sangat dipusingkan dengan banyaknya "Nol" pada saat
penyusunan Journal sampai Laporan keuangan.
Saya pun miris mendengarnya, namun kenyataannya memang mata
uang kita banyak dilecehkan. Saya pernah
memberikan hadiah uang Rupiah kepada teman saya Asli orang Australia sekadar
untuk koleksi, karena memang dia suka dengan Indonesia. Waktu itu saya memberikan pecahan 2 ribu, 5
ribu, dan 10 ribu. Dia pun sangat kaget
dan mengatakan "You are very generous man Bob, 17 thousand Rupiahs? that's
too much" saya sangat kaget mendengar pernyataannya mengingat 17 ribu saja
bisa saya habiskan sekali makan di Bandung.
Kemudian saya menjelaskan bahwa nilai uang yg saya berikan tidak lebih
dari 2 AUD. Dia pun tersenyum dan memberikan saya 5 AUD yg kalau di kurskan
sekitar Rp. 50.000. Saya merasa malu
juga pada saat itu mengingat uang 50 ribu rupiah sangat berarti bagi sebagian
orang -termasuk saya- hehehe.
Sebenarnya masih banyak pengalaman saya dengan teman - teman
saya yang asli orang Bule. Namun saya
malu menceritakannya, nanti saja ya kalau pemerintah sudah meredenominasi
Rupiah.
Kunci keberhasilan Redenominasi adalah sosialisasi, di kota
- kota besar mungkin masyarakatnya sudah terbiasa dengan harga Rp 10k, 50k,
100k. Namun masyarakat pedesaan masih
awam soal ini, sehingga pemerintah perlu bekerja keras agar tidak menimbulkan
shock di masyarakat. Kita bisa belajar
dari pengalaman buruk Brazil dan zimbabwe yang gagal melakukan redenominasi
sehingga makin memperparah keadaan dan kita perlu belajar banyak dari Turki
yang berhasil meredenominasi mata uang Lira-nya sehingga menjadi salah satu
mata uang yang disegani di dunia.
Salam satu Bangsa, Indonesia BISA !!!
3 comments:
Very interesting blog. A lot of blogs I see these days don't really provide anything that attract others, but I'm most definitely interested in this one. Just thought that I would post and let you know.
What you're saying is completely true. I know that everybody must say the same thing, but I just think that you put it in a way that everyone can understand. I'm sure you'll reach so many people with what you've got to say.
Great post. All readers will definitely like this post. Looking forward for your next post.
Post a Comment